Jalaluddin Rahmat

jalaluddin-rakhmatJalaludin Rahmat bisa dikatakan sebagai tokoh sentral Syi’ah Imamiyah di Indonesia. Gelar Guru Besar yang disandangnya merupakan bagian dari taqiyah, sebagaimana dijelaskan oleh Surat Rektor Unpad dengan Nomor: 9586/UN6.RKT/KU/2012, perihal: Klarifikasi Mengenai Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, tertanggal 23 April 2012 yang menyatakan bahwa Jalaluddin Rakhmat, belum memiliki gelar Guru Besar di Universitas Padjadjaran; dan untuk gelar Doktor (Dr), secara administratif belum menerima ijazahnya.

Ia mengaku lahir di keluarga Nahdhiyin, ia dididik dan bersekolah di Madrasah Diniyah di Bandung. Saat SMA ia bergabung dengan kelompok kajian PERSIS, dan terlibat dalam pemikiran filsafat. Saat kuliah ia mengaku bergabung dengan Muhammadiyah, dididik di Darul Arqam Muhammadiyah dan pusat pengkaderan Muhammadiyah.

Tahun 1983-1985, ia mulai memberikan kajian di kampus-kampus Bandung. Awalnya, kajian-kajian tersebut adalah kajian pergerakan Islam yang kemudian ia berbalik menjadi pengikut dan pendakwah Syi’ah.

Jalaludin Rahmat kini menjabat sebagi Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang kini sudah mempunyai hampir 100 Pengurus Daerah (tingkat kota) di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota sekitar 2,5 juta orang. Ia juga menjadi pendiri Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta bersama Dr. Haidar Bagir dan Umar Shahab, MA.

Selain itu ia mendirikan dan Pusat Kajian Tasawuf (PKT): Tazkia Sejati, OASE-Bayt Aqila, Islamic College for Advanced Studies (ICAS-Paramadina), Islamic Cultural Center (ICC) di Jakarta, PKT Misykat di Bandung.

Ia banyak menerbitkan buku tentang komunikasi dan Syiah: Psikologi Komunikasi (1985), Islam Alternatif (1986), Islam Aktual (1991), Renungan-Renungan Sufistik (1991), Retorika Moderen (1992), Catatan Kang Jalal (1997), Reformasi Sufistik (1998), Jalaluddin Rakhmat Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer (1998), Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik (1999), Tafsir Sufi Al-Fâtihah (1999), Rekayasa Sosial: Reformasi Atau Revolusi? (1999), Rindu Rasul (2001), Dahulukan Akhlak Di Atas Fikih (2002), Psikologi Agama (2003), Meraih Kebahagiaan (2004), Belajar Cerdas Berbasiskan Otak (2005), Memaknai Kematian (2006), Islam dan Pluralisme, Akhlak Al-Quran dalam Menyikapi Perbedaan (2006), ‘Khalifah Ali ibn Abi Thalib, Rintihan Suci Ahl-bait, Fathimah Azzahra, Tafsir bi Al-Ma’sur, Zainab al-Qubra, Keluarga Muslim dalam masyarakat Moderen, Komunikasi Antar Budaya, Madrasah Ruhaniah: Berguru Pada Ilahi Di Bulan Suci (Mizan Pustaka, 2005), SQ for Kids (Mizan Pustaka), The Road to Allah (Mizan Pustaka), Khotbah-khotbah di Amerika (Rosdakarya Bandung), Menyinari Relung-relung Ruhani: Mengembangkan EQ dan SQ Cara Sufi (IIMAN dan Penerbit Hikmah, 2002), dan O’Muhammadku: Puisi Cinta Untuk Nabi (Muthahhari Press, 2001).

Pada 29 Agustus 2012 lalu, Jalaluddin Rahmat mengancam untuk menumpahkan darah Ahlus Sunnah di Nusantara atas bentrokan Sampang Madura.

“Orang-orang Syiah tidak akan membiarkan kekerasan ini. Karena untuk pengikut Syiah, mengucurkan darah bagi Imam Husein adalah sebuah kemuliaan,” ujar Jalaluddin.

Haddad Alwi

ee6e792d-6eba-4aea-b653-cb413b4194cbIa adalah penyanyi yang cukup terkenal yang biasa berduet dengan biduanita Sulis. Salah satu lagunya yang berjudul Ya Thoyibah, diubah liriknya dalam bahasa Arab dan berisi pujian pada Ali bin Abi Thalib secara berlebihan.

Dalam kunjungannya ke pengungsian Syiah di Sampang, 29/9/2012, ia mengatakan, “Nggak ada orang mau masuk surga tidak diuji, Rasulullah tidak jauh dari kita, dan jangan ragu Rasullulah tidak sayang sama kita. Penderitaan Rasullulah lebih berat ujiannya daripada ujian kita.”

Mengenai nyanyian Ya Thoybah (wahai Sang Penawar) itu juga nyanyian, hanya berbahasa Arab. Kalau nyanyian berbahasa Indonesia, Inggeris atau lainnya yang biasanya berkisar tentang cinta, pacaran dan sebagainya, misalnya dinyanyikan di masjid, orang sudah langsung faham bahwa itu tidak boleh.

Nyanyian cinta-pacaran seperti itu justru kesalahannya jelas. Orang langsung tahu. Sebaliknya, kalau nyanyiannya itu seperti Ya Thoybah, kalau itu mengandung kesalahan (dan memang demikian), justru orang tidak mudah untuk menyalahkannya. Karena dia berbahasa Arab, dan menyebut nama sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyebut Al-Quran dan sebagainya.

Padahal, nyanyian Ya Thoybah itu justru isinya berbahaya bagi Islam, karena ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuji Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Berikut ini kutipan bait yang ghuluw dari nyanyian Ya Thoybah (wahai Sang Penawar):

Ya ‘Aliyya bna Abii Thoolib Minkum mashdarul mawaahib.

Artinya: “Wahai Ali bin Abi Thalib, darimulah sumber keutamaan-keutamaan (anugerah-anugerah atau bakat-bakat).”

Dina Y Sulaiman

dina-y-sulaeman-dan-otong-sulaemanDina Y. Sulaeman, lahir di Semarang pada 30 Juli 1974. Penerima summer session scholarship dari JAL Foundation untuk kuliah musim panas di Sophia University Tokyo ini lulus dari Fak. Sastra Arab Universitas Padjdjaran tahun 1997. Ia sempat menjadi staf pengajar di IAIN Imam Bonjol Padang. Tahun 1999 meraih beasiswa S2 dari pemerintah Iran untuk belajar di Faculty of Teology, Tehran University. Tahun 2011, ia menyelesaikan studi magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Tahun 2002-2007 ia berkarir sebagai jurnalis di Islamic Republic of Iran Broadcasting.

Sejumlah buku telah ditulisnya, antara lain, Oh Baby Blues, Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran, Pelangi di Persia, Ahmadinejad on Palestine, Obama Revealed, Bintang-Bintang Penerus Doktor Cilik, Princess Nadeera, dan Journey to Iran. Aktif menulis artikel opini politik Timur Tengah yang dimuat di media massa dan berbagai website.

Suaminya, Otong Sulaeman, adalah mahasiswa Qom yang menulis novel Dari Jendela Hauzah, terbitan grup Mizan. Keduanya pernah bekerja sebagai jurnalis di IRIB (Radio Iran Indonesia) selama tujuh tahun di Iran.

DR. Muhsin Labib

muhsin-labib

Muhsin Labib adalah Dosen Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah yang merupakan lulusan Qum Iran. Ia menulis banyak buku tentang Syiah dan menjadi pembela Syi’ah Imamiyah di berbagai kesempatan.

Di antara buku-bukunya adalah Ahmadinejad: David di Tengah Angkara Goliath, Husain Sang Ksatria Langit, Kamus Shalat, Gelegar Gaza, Primbon Islam, Goodbye Bush,dan lainnya.

Muhsin Labib pernah mengatakan, “Orang yang anti Syiah adalah orang yang esktrimis dan menjadi ancaman bagi negara Republik Indonesia.”

DR. Haidar Bagir

haidar-bagir-1Haidar Bagir lahir di Solo, 20 Februari 1957 ini adalah alumnus Teknologi Industri ITB 1982 dan mengenyam pendidikan pasca sarjana di Pusat Studi Timur Tengah Harvard University, AS 1990-1992, dan S-3 Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan riset selama setahun (2000 – 2001) di Departemen Sejarah dan Filsafat Sains, Indiana University, Bloomington, AS. Sejak awal 2003, dia mendapat kepercayaan sebagai Ketua Yayasan Madina Ilmu yang mengelola Sekolah Tinggi Madina Ilmu yang berlokasi di Depok.

Di antara pengalaman pekerjaan lainnya, menjadi direktur utama GUIDE (Gudwah Islamic Digital Edutainment) Jakarta, ketua Pusat Kajian Tasawuf Positif IIMaN, Ketua Badan Pendiri YASMIN (Yayasan Imdad Mustadh’afin), staf pengajar Jurusan Filsafat Universitas Madina Ilmu (1998), staf pengajar Jurusan Filsafat Universitas Indonesia (1996), dan staf pengajar Jurusan Filsafat Universitas Paramadina Mulya, Jakarta (1997).

Bersama Jalaluddin Rakhmat, dia juga mendirikan Yayasan Muthahhari, yang mengelola SMA (Plus) Muthahhari di Bandung dan Jakarta.

Haidar Bagir merupakan pendiri perusahaan Penerbit Mizan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai buku-buku terbitan Mizan tentang persoalan Syiah dan Ahlus Sunnah. Demikian juga ia pernah bekerja di surat kabar Republika, sehingga sampai sekarang pengaruhnya terhadap pemberitaan Syi’ah masih menyudutkan Ahlus Sunnah, membela Iran dan sekutu-sekutu Syi’ahnya, dan melakukan taqiyah dalam pemberitaannya.

Dr. H. Khalid al-Walid, M.Ag

Image

Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat KH. Cholil Ridwan, menjelaskan bahwa organisasinya melakukan evaluasi atas dugaan adanya seorang tokoh Syiah dalam kepengurusan MUI pusat. Hal ini mengemuka setelah tokoh tersebut datang ke Sampang atas nama MUI pusat, mendesak dicabutnya fatwa sesat Syiah dari MUI Jatim.

Pengurus MUI yang terindikasi sebagai penganut Syiah adalah DR. Khalid Al-Walid. Ia adalah alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, yang judul desertasinya di UIN Syarif Hidayatullah adalah “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”.

Tahun 2008 lalu, saat disertasinya diuji oleh tim penguji dari UIN Syarif Hidayatullah, Prof. DR. Azyumardi Azra pada bagian akhir acara, bertanya, “Apakah Anda penganut mazhab Syi’ah?”

“Jangan salah duga,” lanjut Azyumardi Azra.

“Saya akan bangga bila UIN berhasil meluluskan seorang doktor Syiah, karena menjadi bukti nyata bahwa lembaga ini menjunjung tinggi pluralisme dan toleransi antar mazhab Islam,” lanjut Direktur Sekolah Pascasarjana UIN tersebut.

Khalid Al Walid saat itu menjawab, “Eh… Saya sama dengan Pak Haidar,” jawabnya berdiplomasi seraya menunjuk DR. Haidar Bagir yang duduk di samping Prof. DR. Mulyadhi Kartanegara yang menjadi pembimbing disertasi Khalid Al Walid. Sebagaimana diketahui, Haidar Bagir adalah tokoh Syiah di Indonesia dan selalu membela berbagai kepentingan Syiah.

Selain itu, DR Khalid Al Walid juga menjabat sebagi Dewan Syuro Ahlul Bait Indonesia (ABI) yang menaungi kelompok Syiah di Indonesia.

Namun, September lalu, Ustadz Cholil Ridwan juga mengatakan, tidak ada pengurus MUI Pusat bernama Khalid Walid. Ketika ditanyakan,  apa kemungkinan ada nama Khalid Walid, seorang lulusan Qom, Iran, Cholil mengatakan tidak ada lulusan Qom di MUI.

Sementara itu, dalam daftar pengurus MUI yang tercantum dalam situs resminya —http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=52&Itemid=54, tercantum nama  yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pusat.